Oleh :
Putri Handayani
Mungkin
kasus ini sudah tak terdengar beritanya lagi ditelinga kita sejak 2010 lalu,
mungkin kasus ini juga telah dilekang oleh waktu, konyol memang ketika kita
baru tahu kasus yang menimpa 2 desa dan 1 kecamatan ini, yang padahal kasus ini
sudah tak hangat lagi, bisa dikatakan kalau kasus ini sudah mencapai titik
akhir. Mungkin teman-teman bertanya, kasus apa ini?? Ya... kasus ini adalah
kasus pembangunan (tempat pembuangan sampah terpadu) TPST kayu manis.
Yang belum tahu tentang kasus ini, yoo mangga disimak, awal mula kasus ini terjadi pada tahun 2006 lalu, saat itu pemerintah membeli tanah kepada warga kayu manis seluas ± 12 hektar, dan seharga ± Rp 35.000/meter untuk pembangunan rumah sakit, karna di daerah Bogor sendiri tidak ada (rumah sakit daerah) RSUD Bogor.
Warga dengan suka cinta menjual tanahnya yang direncanakan akan di bangun rumah sakit tersebut. Namun, ketika tahun 2010 silam setelah ada keputusan permen dagri yang menyatakan bahwa “setiap satu kota, harus mempunyai satu TPST” warga baru mengetahui bahwa tanah mereka bukan untuk di bangun rumah sakit melainkan ingin dibangunkannya TPST. Warga kalut, kecewa, dan marah kepada pemerintah, pembohongan publik ini namanya, berduyun-duyun warga mendatangi walikota bogor untuk mengadakan aksi ketidak setujuannya untuk pembangunan TPST ini. Kurang lebih sudah dua tahun perjuangan warga mempertahankan lingkungannya.
Mungkin
sedikit bertanya-tanya mengapa warga sangat ngotot mempertahankan tanah itu
sampai saat ini?? Dilihat dari letak lokasi yang akan dijadikan TPST tersebut
dekat dan sangat dekat sekali dengan rumah-rumah warga bahkan dikelilingi oleh
perumahan, dan lahan tersebut pun sebenarnya adalah memang lahan produktif yang
digunakan untuk menanam sayur dan buah-buahan. Warga geram dan tak ingin adanya
pembangunan TPST tersebut.
Bapak
Salam Ketua RW 11 yang saat itu kami mintakan keterangannya mengatakan bahwa
“dalam pemetaan kota bogor daerah ini adalah lahan hijau, bukan untuk di buat
TPST, mengingat di wilayah Bogor kota sendiri yang sudah jarang, malahan tidak
ada lagi lahan hijau. Jadi seharusnya pemerintah juga tidak membangun TPST di
daerah ini”
Bapak
Bento Ketua RW 10 yang juga kami datangi saat itu mengatakan bahwa “kami memang
tidak terlalu paham tentang (analisis mengenai dampak lingkungan) AMDAL, dan
kami juga tidak terlalu buta untuk menilai bahwa pembangunan TPST di daerah
kami sangat tidak layak, kami berharap untuk oknum-oknum pembuat AMDAL nanti,
benar-benar menggunakan hati nuraninya dan benar-benar sesuai dengan
kondisinya”
Harapan
warga kecamatan kayumanis sangat tinggi untuk tidak terjadi pembangunan TPST di
daerah tersebut, untuk tidak melihat kekumuhan di daerah tersebut nantinya.
Tapi kita sebagai mahasiswa juga tidak boleh bertindak gegabah untuk masalah
ini. Gunakan cara berfikir kita, gunakan ilmu-ilmu yang telah kita dapatkan
untuk menyelesaikan konflik ini. Semoga kasus ini cepat terselesaikan, antara
warga dan pemerintah tidak ada pihak yang dirugikan, amiiiinnn J
Sebuah teriakkan yang terus menggema dan
membuat semangat di dada ini terus menyala... HIDUP MAHASISWA !!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar